Rabu, 06 Desember 2017

Dipancing Makanan Bertuliskan Lafadz Allah, Burung Merpati Menolak Memakannya


KEKUASAN Allah SWT itu nyata. Dalam beberapa peristiwa Allah SWT kerap menunjukkan kuasanya. Salah satunya lewat tulisan lafadz Allah yang muncul di tempat-tempat tak biasa.

Misalnya, ketika peristiwa aksi damai 411 pada 4 November 2016. Beberapa peserta aksi sempat merekam tulisan lafadz Allah yang muncul di langit lewat kamera video ponsel. Peristiwa itu pun membuat takjub netizen yang menyaksikan. Bukan hanya itu masih hanyak tulisan lafadz Allah yang muncul di berbagai belahan dunia.

Nah, baru-baru ini warga net kembali takjub dengan aksi burung-burung merpati di suatu kampung yang tidak disebutkan jelas lokasinya lewat tayangan video di Youtube. Di video yang diunggah akun Viral Video Islam, tampak ada dua tempat yang diletakkan makanan burung. Makanan itu berupa biji-bijian yang ditumbuk lalu disebar di dua titik berdekatan. Di sebalelah kanan, disebarkan secara acak, dan di sisi kiri dibentuk tulisan berlafadz Allah.

Tak lama makanan itu disebar, burung-burung merpati pun datang berterbangan. Anehnya, semua burung yang datang hanya mau mematuk makanan yang diseber acak. Sedangkan makanan yang bertuliskan lafadz Allah hanya dilewati begitu saja.

Bekali-kali terlihat saat burung-burung lain datang, tetap saja burung merpati hanya mau memakan makanan yang bentuknya acak. Video berduran dua menit ini sudah dilihat hampir 5 ribu pengguna Yuoutube sejak dipublikasi 13 Agustus 2017.

Selasa, 21 November 2017

Ini Alasan Mengapa Huruf Arab Ditulis dari Kanan ke Kiri


KALIGRAFI identik dengan tulisan indah. Kaligrafi juga identik dengan huruf arab. Tulisan Arab ini digunakan dalam penulisan mushaf al qur’an.

Berbeda dengan penulisan huruf latin pada umumnya, huruf tulisan Arab ditulis dari kanan ke kiri bukan dari kiri ke kanan. Kenapa demikian?

Berdasarkan buku The Fundamentals of Typography, arah membaca sebuah tulisan berkaitan dengan sejarah. Maka, tulisan Arab juga tidak bisa dilepaskan dari sejarahnya.

Pada jaman dahulu kala, Bangsa Arab memiliki kebiasaan membuat tulisan dengan cara memahat. Ketika memahat, tangan kanan akan memegang palu, sementara tangan kiri akan memegang pahatan.

Proses memahat dilakukan dari arah kanan ke kiri. Dengan demikian tulisan yang sedang dipahat itu akan lebih mudah dilihat.

Berbeda pula dengan sejarah huruf Mandarin. Orang Tiongkok pada zaman dahulu terbiasa menulis kaligrafi dengan menggunakan kuas dan tinta. Dengan menggunakan kuas dan tinta maka akan lebih mudah jika dilakukan dari atas ke bawah.

Sedangkan tulisan dengan pena bermula dari kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang Eropa Sementara itu, bagi orang yang non-kidal, secara natural akan menulis dari kiri ke kanan.

Senin, 13 November 2017

Tiga Jenis Mimpi dan Dari Mana Datangnya


Ketika tidur, terkadang seorang muslim bermimpi. Ada kalanya mimpi itu membuatnya bahagia. Seperti kabar gembira yang datang dan ketika bangun ia merasa senang. Ada kalanya pula seseorang bermimpi yang membuatnya takut jika sesuatu akan terjadi. Seperti hal yang menyedihkan atau membuatnya susah.

Sebenarnya, dari mana mimpi-mimpi itu dan adakah pembagiannya dalam Islam?

Beruntunglah, Islam merupakan agama yang sempurna. Ia selalu memiliki petunjuk untuk hal-hal yang dibutuhkan umat manusia, termasuk dalam bab mimpi ini.

Rasulullah menjelaskannya dalam sejumlah hadits terkait dengan jenis-jenis mimpi dan dari mana datangnya.

وَالرُّؤْيَا ثَلَاثَةٌ فَرُؤْيَا الصَّالِحَةِ بُشْرَى مِنْ اللَّهِ وَرُؤْيَا تَحْزِينٌ مِنْ الشَّيْطَانِ وَرُؤْيَا مِمَّا يُحَدِّثُ الْمَرْءُ نَفْسَهُ

“Mimpi itu ada tiga: (1) Mimpi yang baik sebagai kabar gembira dari Allah. (2) mimpi yang menakutkan atau menyedihkan, datangnya dari syetan. (3) mimpi yang timbul karena ilusi angan-angan atau khayal seseorang.” (HR. Muslim)

وَالرُّؤْيَا ثَلَاثٌ فَالرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ بُشْرَى مِنْ اللَّهِ وَالرُّؤْيَا تَحْزِينٌ مِنْ الشَّيْطَانِ وَرُؤْيَا مِمَّا يُحَدِّثُ بِهِ الْمَرْءُ نَفْسَهُ



“Mimpi itu ada tiga: (1) mimpi yang benar adalah kabar gembira dari Allah, (2) mimpi yang menyedihkan adalah datang dari setan, (3) mimpi yang berasal dari lamunan-lamunan seorang.” (HR. Abu Daud; shahih)

وَالرُّؤْيَا ثَلَاثَةٌ الرُّؤْيَا الْحَسَنَةُ بُشْرَى مِنْ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالرُّؤْيَا يُحَدِّثُ بِهَا الرَّجُلُ نَفْسَهُ وَالرُّؤْيَا تَحْزِينٌ مِنْ الشَّيْطَانِ

“Mimpi itu ada tiga; (1) mimpi yang baik maka dia adalah kabar gembira dari Allah Azza Wa Jalla, (2) mimpi dari fikiran seorang sebelum tidur, (3) mimpi yang berasal dari gangguan setan” (HR. Ahmad)

الرُّؤْيَا ثَلَاثَةٌ فَبُشْرَى مِنْ اللَّهِ وَحَدِيثُ النَّفْسِ وَتَخْوِيفٌ مِنْ الشَّيْطَانِ

“Mimpi itu ada tiga; berita baik dari Allah, panggilan jiwa dan ketakutan yang dihadirkan oleh setan” (HR. Ahmad)

وَالرُّؤْيَا ثَلَاثٌ فَالرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ بُشْرَى مِنْ اللَّهِ وَالرُّؤْيَا مِنْ تَحْزِينِ الشَّيْطَانِ وَالرُّؤْيَا مِمَّا يُحَدِّثُ بِهَا الرَّجُلُ نَفْسَهُ

“Mimpi itu ada tiga; mimpi yang baik adalah khabar gembira dari Allah, mimpi dari kesedihan yang dibuat setan dan mimpi yang dibisikkan oleh jiwa seseorang” (HR. Tirmidzi; hasan shahih)

Jenis mimpi dalam Islam

Jadi, sebagaimana hadits-hadits tersebut, dalam Islam mimpi dibagi menjadi tiga:

1. Ru’ya al hasanah (ru’ya ash shalihah)
Yakni mimpi yang baik. Mimpi ini datangnya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Cirinya, mimpi tersebut membahagiakan, menggembirakan, disenangi, tanpa dipikirkan/dilamunkan sebelumnya. Ketika ia bangun, hatinya bersuka cita dengan mimpi tersebut.

2. Ru’ya as sayyi’at (ru’ya at tahzin min asy syaithan)
Yakni mimpi buruk. Datangnya dari syetan. Cirinya, mimpi itu menakutkan, menyedihkan, atau membuat gelisah, tanpa dipikirkan/dilamunkan sebelumnya. Ketika seseorang terbangun dari mimpi ini, hatinya gelisah dengan mimpi tersebut.

3. Haditsu an nafsi
Yakni mimpi yang berasal dari pikiran atau imajinasi. Inilah yang paling sering terjadi. Yakni ketika seseorang sedang memikirkan sesuatu atau memiliki imajinasi tertentu, hal itu kemudian muncul di alam mimpi.

Nama yang Paling Jelek di Sisi Allah


William Shakespeare mungkin pernah mengatakan apalah arti sebuah nama. Namun dalam Islam, nama adalah hal yang sangat penting. Rasulullah memerintahkan memperbagus nama anak karena kelak di hari kiamat manusia akan dipanggil dengan namanya dan nama ayahnya.

Nama juga berarti doa. Nama mencerminkan ingin seperti apa anak-anak kelak akan tumbuh dan menjadi dewasa.

Karenanya ada sahabat seperti Thalhah bin Ubaidillah yang memberi nama anaknya dengan nama Nabi. Ia berharap anak-anaknya kelak bisa mencontoh akhlak para Nabi. Namun, sahabat yang lain seperti Zubair bin Awwam tidak mau seperti itu. Ia justru menamai anak-anaknya dengan nama sahabat yang telah syahid.

“Thalhah bin Ubaidillah memberi nama anak-anaknya dengan nama-nama para Nabi,” kata Zubair, “Dia tahu bahwa tidak ada Nabi sesudah Nabi Muhammad dan aku memberi nama anak-anakku dengan nama-nama para syuhada agar kelak mereka bisa meninggal secara syahid di jalan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.”

Rasulullah pun diriwayatkan beberapa kali mengubah nama orang yang tadinya bermakna jelek diganti dengan nama yang bagus. Misalnya laki-laki yang bernama Syihab oleh Rasulullah diganti menjadi bernama Hisyam.Beliau juga pernah mengganti Barrah menjadi Juwariyah dan nama Hazan menjadi Sahal.

Selain menganjurkan umatnya memberi nama yang bagus untuk anak-anaknya, Rasulullah juga memperingatkan nama-nama yang jelek agar tidak digunakan. Misalnya seperti tiga nama tersebut. Nama-nama yang mengandung makna negatif atau penderitaan, nama-nama itu dilarang oleh Rasulullah.

Rasulullah juga melarang umatnya memakai nama-nama yang khusus milik Allah atau sifat-sifatNya yang tidak bisa ditiru oleh manusia, sebab memakai nama-nama seperti itu adalah bentuk kesombongan.

Di antara sekian banyak nama yang jelek, Rasulullah menjelaskan ada nama yang paling jelek di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ أَخْنَعَ اسْمٍ عِنْدَ اللَّهِ رَجُلٌ تَسَمَّى مَلِكَ الأَمْلاَكِ

Sesungguhnya nama yang paling jelek di sisi Allah Ta’ala ialah nama “Malikul Amlak” (HR. Bukhari dan Muslim)

Inilah nama yang paling jelek di sisi Allah; malikul amlak yang secara harfiah berarti Maha Raja di Raja. Wajar nama ini merupakan nama yang paling jelak sebab ia bermakna penguasa tertinggi, penguasa di atas penguasa. Sebuah kesombongan di hadapan Allah Azza wa Jalla.

Sumber http://bersamadakwah.net/

Tata Cara Menjawab Salam Bagi yang Mendapat Titipan Salam


“Hai, Mas mendapatkan titipan salam dari Pak Ahmad!” Anda pasti pernah mendapatkan salam yang dititipkan orang lain untuk Anda. Lalu apa yang harus dilakukan ketika mendapat titipan salam?

Dalam kitab Fath Al-Bari, Ibnu Hajar mengungkapkan, “Dia disunnahkan untuk menjawab salam kepada pembawa salam.”

Dalam kitab Zad Al-Ma’ad, Ibnul Qayyim mengatakan, “Di antara petunjuk Nabi SAW adalah: Bila seseorang mendapatkan kiriman salam dari orang lain yang dititipkan kepada seseorang, maka dia harus membalas salam kepada pengirim dan pembawa salam tersebut.”

Sebagaimana juga bab hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Ahmad dan An-Nasa’i dalam kitab Al-Kubra dalam bab Ma Yaqulu Idza Qila Lahu: Inna Fulanan Yaqra’u Alaika As-Salam (Bab: Jawaban yang diucapkan apabila seseorang mendapat kiriman pesan bahwa Fulan memberinya salam).

Juga hadits riwayat seorang perawi dari Bani Numair — dalam Shahih Bukhari disebutkan: Perawi dari Bani Tamim-, dari ayahnya dari kakeknya yang mendatangi Nabi, lalu ia berkata, “Ayahku mengirimkan salam untukmu,” Lalu Nabi SAW menjawab, “Alaika wa ala Abika As-Salam (Semoga keselamatan juga atasmu dan ayahmu).”

Dalam sanad hadits ini terdapat perawi yang tidak diketahui, namun Al-Albani menganggap hadits ini hasan.

Hal seperti ini juga terjadi pada dua istri Rasulullah, Khadijah dan Aisyah yang mendapat titipan salam dari Allah melalui Jibril.

1. Diriwayatkan dari Anas bahwasanya Malaikat Jibril mendatangi Nabi dengan Khadijah di samping beliau, lalu Rasulullah berkata, “Sesungguhnya Allah memberi salam kepadamu, wahai Khadijah,” kemudian Khadijah menjawab, “Innallaha huwa as-salam wa ‘ala Jibril as-Salam, wa’ alaika as-salam wa rahmatullah(Sesungguhnya Allah adalah Dzat Keselamatan, semoga keselamatan atas Jibril dan semoga keselamatan serta rahmat Allah atas dirimu)” (HR. Al-Hakim: An-Nasa’i; Al-Bazzar; Ath-Thabarani).

Dalam Fath Al-Bari, Ibnu Hajar mengungkapkan, “Dari hadits ini bisa dipetik faedah, bahwa menjawab salam kepada orang yang menitipkan salam dan pembawa titipan tersebut adalah hal yang harus dilakukan oleh orang mendapat titipan salam.”

2. Diriwayatkan dari Aisyah bahwasanya Nabi Muhammad SAW berkata, “Wahai Aisyah, Jibril mengirimkan salam untukmu.” Lalu dia menjawab, “Wa alaihi as-salam wa rahmatullah wa barakatuh (Dan semoga keselamatan, rahmat, serta barokah Allah atas Jibril) dan engkau melihat sesuatu yang tidak kau lihat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Dalam Musnad Ahmad terdapat tambahan, ‘Alaika wa alaihi as-salam wa rahmatullah wa barakatuh (semoga keselamatan atasmu dan semoga keselamatan, rahmat dan barokah atas Jibril).’ ” Imam Al-Albani dalam Hasyiyat Shahih Al-Adab Al-Mufrad mengatakan, ” Isnad hadits ini berstatus shahih. Dan tambahan ini juga penting dari hadits yang ada.” Wallahu a’lam.

Jumat, 10 November 2017

Mengapa Tak Ada yang Hafal Alkitab? Jawaban Pendeta Ini Jadi Senjata Makan Tuan


Dalam sebuah forum debat terbuka, seorang muslimah bertanya kepada pendeta yang menjadi narasumber, adakah orang yang hafal Alkitab sebagaimana banyak muslim yang hafal Al Qur’an?

Bukannya menyajikan fakta atau alasan rasional, jawaban pendeta tersebut justru terkesan merendahkan Al Qur’an. Ia menyebut Al Qur’an mudah dihafal karena sangat tipis.

“Di dunia ini tak mungkin ada orang yang hapal Alkitab di luar kepala. Sejenius apa pun orang itu, tidak mungkin baginya hapal Alkitab di luar kepala, sebab Alkitab itu adalah buku yang sangat tebal, jadi sulit untuk dihapal. Berbeda dengan Al Qur’an. Al Qur’an adalah buku yang sangat tipis, makanya mudah dihapal,” jawab pendeta bertitel doktor teologi itu.

Mendapati jawaban ini, H. Insan LS Mokoginta ‘merebut’ mic dari muslimah tersebut dan melanjutkan pertanyaan.

“Maaf pak Pendeta, tadi bapak mengatakan bahwa Al Qur an adalah buku yang sangat tipis, makanya gampang dihapal di luar kepala. Tapi pak Pendeta, setipis-tipisnya Al Qur’an itu ada sekitar 500 s/d 600 halaman, jadi cukup banyak juga lho!! Tapi kenyataannya di dunia ini ada jutaan orang yang hapal Al Qur’an di luar kepala. 

Bahkan anak kecil pun banyak juga yang hapal di luar kepala, walaupun artinya belum dipahami. Sekarang saya bertanya kepada pak Pendeta, Alkitab itu terdiri dari 66 kitab bukan? Jika pak Pendeta hapal satu surat saja di luar kepala (1/66 saja), semua yang hadir di sini jadi saksi, saya akan kembali masuk agama Kristen lagi!”

Mendengar pertanyaan dan tantangan ini, forum menjadi tegang. Kalangan muslim khawatir pendeta tersebut benar-benar hafal karena konsekuensinya sangat berat, Insan harus masuk Kristen lagi. Namun ketegangan juga tampak dari wajah pendeta dan pendukungnya. 

Ada beberapa pendeta yang hadir pada saat itu, mereka semua terdiam dengan wajah menegang. Ternyata tak ada yang hafal Alkibat walau satu ‘surat’.

Mengetahui para pendeta tak ada yang hafal, Insan menurunkan tantangannya. Tak perlu satu ‘surat’, cukup satu lembar saja.

“Maaf pak Pendeta, usia Anda ada yang sekitar 40, 50 dan 60 tahun bukan? Jika ada di antara pak Pendeta yang hapal satu lembar saja bolak-balik ayat Alkitab tanpa keliru titik dan komanya, saat ini semua peserta menjadi saksinya, saya kembali masuk agama Kristen lagi!! Silahkan pak!”

Suasana menjadi lebih tegang. Umat Islam khawatir karena Insan mempertaruhkan keimanannya demi hafalan sekecil itu. Namun Insan yakin tak ada yang bisa menghafalnya.

Dan ternyata benar. Wajah-wajah pendeta dan kaum nasrani ini tampak lesu. Tak ada satu pun yang berani menjawab tantangan Insan. Bahkan ketika insan menantang seluruh hadirin, tidak hanya pendeta yang berada di depan. Tak ada yang berkutik.

“Mengapa Al Qur’an mudah dihafal? Karena ia kalamullah. Mukjizat. Mengapa tak ada yang hafal Alkitab? Karena ia bukan mukjizat,” demikian simpul Ihsan sembari menjelaskan bahwa cetakan tahun berapapun dan di negara manapun, Al Qur’an pasti sama. 

Ketika satu negara mengadakan musabaqah tilawatil Qur’an dan didengar penduduk negara lain, niscaya bisa diikuti dan dinilai bacaan itu benar atau salah.

Kesimpulan Ihsan itu membawa kegetiran tersendiri bagi orang-orang yang tak suka mendengarnya. [Ibnu K/Bersamadakwah]              

Jangan Kaget! Inilah Kekayaan Umar bin Abdul Aziz setelah Menjabat Khalifah


Sebelum menjadi Khalifah, laki-laki ini terkenal sebagai pribadi yang kaya raya. Suka berlama-lama dalam memoles diri di depan cermin, banyak memberikan harta dan perhiasan kepada istrinya, bajunya pun berasal dari kain halus yang mahal harganya.

Namun, sesaat setelah diangkat menjadi pemimpin kaum Muslimin sebagai Khalifah kedelapan Dinasti Bani Umayah, kehidupan laki-laki ini berbalik seratus delapan puluh derajat, tak ubahnya langit dan bumi.

Kepada istrinya, ia memberikan opsi. Sebuah pilihan yang amat sukar bagi seorang wanita shalihah yang menyayangi suaminya karena Allah Ta’ala. Laki-laki yang dijuluki sebagai Khalifah kelima kaum Muslimin ini mempersilakan istrinya untuk mengembalikan seluruh emas dan perhiasan yang dia berikan untuk dijadikan sebagai kas negara, atau diceraikan jika bersikukuh dengan segala jenis kekayaan itu.

Lantaran imannya yang tertancap kuat di dalam sanubari, sang istri memilih mengembalikan sebagian besar harta halal yang dia miliki sebagai kas negara, lalu menjalani hidup sederhana mendampingi sang suami, menegakkan kalimat Allah Ta’ala melalui jalur pemerintahan.

Pun dengan seluruh pakaian sang Khalifah. Semuanya diganti. Dari bahan paling halus menjadi kain paling kasar. Hingga suatu ketika, sang Khalifah menolak baju pemberian kaum Muslimin lantaran bahannya terlalu halus. Padahal, sebelum memimpin kaum Muslimin, bahan jenis itu dia bilang paling kasar.

Abu Ja’far al-Manshur, sebagaimana dikutip oleh Hepi Andi Bastoni dalam Majalah Al-Intima’ 69, bertanya kepada Abdul Aziz, anak dari laki-laki ini. “Berapa kekayaan ayahmu saat mulai menjabat sebagai Pemimpin kaum Muslimin?”

“Empat puluh ribu dinar,” jawab si anak, lugas.

“Lalu,” lanjut Abu Ja’far sampaikan soalan kedua, “berapa kekayaan ayahmu saat meninggal dunia?”

“Empat ratus dinar. Itu pun,” terang sang anak yang menyadarkan ayahnya sejak hari pertama menjabat akan ngerinya hisab di akhirat, “jika belm berkurang.”

La haula wa la quwwata illa billah.

Kisah nyata semacam ini hendaknya membuat kita iri. Ada begitu banyak capaian orang-orang terdahulu yang belum bisa ditandingi. Ironisnya, saat disampaikan kisah sejenis ini, banyak sekali kaum Muslimin yang pesimis dan mengganggapnya sebagai kisah belaka, bukan untuk diteladani.

Tidakkah kita kaget membaca riwayat ini? Saat pejabat dan pemimpin kita di berbagai levelnya bertambah kekayaan setelah menjabat berpuluh bahkan ratusan kali lipat, Khalifah kebanggan kaum Muslimin ini, kekayaannya justru berkurang. Hanya tersisa sepuluh persen dari harta yang dimiliki sebelum menjabat.

Semoga Allah Ta’ala meridhai Umar bin Abdul Aziz Radhiyallahu ‘anhu.
Wallahu a’lam. [Pirman/BersamaDakwah]